Amman, 29 Oktober 2025 - Raja Yordania Abdullah II memperingatkan bahwa negara-negara kawasan akan menolak permintaan untuk “menegakkan” perdamaian di Gaza jika mereka dikerahkan di bawah rencana gencatan senjata yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan BBC Panorama pada hari Senin, Raja Abdullah menekankan bahwa perbedaan antara “penegakan perdamaian” (peace enforcement) dan “penjagaan perdamaian” (peacekeeping) sangat krusial
“Apa mandat pasukan keamanan di Gaza? Dan kami berharap itu adalah penjagaan perdamaian, karena jika itu penegakan perdamaian, tidak akan ada yang mau menyentuhnya,” kata Raja Abdullah
Menurut definisi PBB, penjaga perdamaian beroperasi dengan persetujuan pihak yang berkonflik dan hanya menggunakan kekuatan untuk membela diri. Sementara itu, penegakan perdamaian melibatkan langkah-langkah koersif, termasuk kekuatan militer, yang dapat menyeret pasukan asing ke dalam konflik
“Menjaga perdamaian berarti Anda duduk di sana mendukung kepolisian setempat, warga Palestina, yang bersedia dilatih dalam jumlah besar oleh Yordania dan Mesir, tetapi itu membutuhkan waktu. Jika kami berpatroli di sekitar Gaza sambil membawa senjata, negara mana pun tidak ingin terlibat dalam situasi seperti itu,” jelasnya
Kekhawatiran Raja Abdullah ini mencerminkan kegelisahan AS dan negara-negara lain tentang potensi terseret ke dalam konflik berkelanjutan antara Hamas dan Israel, serta konflik internal antara kelompok-kelompok Palestina lainnya
Rencana Trump dan Ancaman Konflik Berkelanjutan
Di bawah rencana perdamaian 20 poin Presiden Trump, negara-negara Arab dan mitra internasional diharapkan mengerahkan pasukan stabilisasi untuk “melatih dan memberikan dukungan kepada pasukan polisi Palestina yang telah diseleksi di Gaza.” Rencana tersebut juga mengisyaratkan bahwa Hamas harus melucuti senjata dan menyerahkan kendali politik atas wilayah tersebut.
Namun, Raja Abdullah mengakui bahwa situasinya sangat tidak stabil; Hamas belum melucuti senjatanya dan justru memobilisasi ribuan pejuangnya untuk menegaskan kembali kendali di beberapa bagian wilayah. Sementara itu, serangan udara Israel terus berlanjut dan kelompok bersenjata Palestina lainnya dilaporkan beroperasi di area yang dikuasai Israel
Raja Abdullah menegaskan ia tidak akan mengirim pasukan Yordania ke Gaza karena negaranya “terlalu dekat secara politik” dengan situasi tersebut. Yordania adalah rumah bagi lebih dari separuh penduduk keturunan Palestina dan telah menerima 2,3 juta pengungsi Palestina, jumlah terbesar di kawasan
Mengenai komitmen Hamas untuk melepaskan peran politik, Raja mengatakan ia “tidak mengenal mereka,” tetapi meyakini mediator utama -Qatar dan Mesir- “merasa sangat, sangat optimis bahwa mereka akan mematuhinya.”
sumber: BBC