Jakarta, 14 Oktober 2025 – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak menggunakan APBN untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh.
Merespons hal tersebut, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mencari jalan keluar untuk membayar utang proyek kereta cepat tanpa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Beberapa waktu yang lalu juga sudah dibicarakan untuk mencari skema supaya beban keuangan itu bisa dicarikan jalan keluar,” kata Prasetyo seusai rapat kabinet di kediaman Presiden Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta, Minggu (12/10/2025) malam.
Prasetyo menyebutkan, pembayaran utang proyek Whoosh sendiri tidak dibahas dalam rapat di kediaman Prabowo tersebut. Namun, ia menjelaskan bahwa Whoosh merupakan moda transportasi yang sangat membantu masyarakat dan harus didukung perkembangannya.
“Karena faktanya kan juga Whoosh, kemudian menjadi salah satu moda transportasi yang sekarang sangat membantu aktivitas seluruh masyarakat, mobilitas dari Jakarta maupun ke Bandung dan seterusnya,” kata Prasetyo.
Prasetyo mengungkapkan terkait wacana kereta cepat dari Jakarta hingga ke Surbaya, pemerinth ada pikiran kesana.
“Dan justru kita pengin sebenarnya kan itu berkembang ya, tidak hanya ke Jakarta dan sampai ke Bandung, mungkin juga kita sedang berpikir untuk sampai ke Jakarta, ke Surabaya,” imbuh dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan menggunakan uang negara alias APBN untuk menanggung utang proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) itu kini tengah disorot karena beban utangnya mencapai Rp 116 triliun.
Danantara, sebagai superholding BUMN, disebut tengah mencari cara meringankan pembiayaan proyek tersebut, termasuk kemungkinan meminta dukungan dari APBN.
Namun, Kemenkeu menolak wacana itu karena utang proyek KCIC bukan tanggung jawab pemerintah, melainkan sepenuhnya menjadi urusan BUMN yang terlibat di dalamnya. Apalagi sejak superholding itu terbentuk, seluruh dividen BUMN telah menjadi milik Danantara dan tidak lagi tercatat sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Kalau sudah dibuat Danantara, kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp 80 triliun atau lebih, harusnya mereka manage dari situ. Jangan ke kita lagi (Kemenkeu),” ujar Purbaya dalam Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10/2025).
Sumber: Kompas.com