News

Berlandaskan Keputusan MK, Serikat Buruh Tetap Usulkan Kenaikan UMP 8,5 – 10,5 Persen

14 Oct 2025 by Author
photo

Jakarta, 14 Oktober 2025 – Serikat Buruh menolak usulan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen yang disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, Koalisi Serikat Pekerja-Partai Buruh (KSP-PB) mengusulkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 8,5 persen hingga 10 persen.

Menurut Said, usulan kenaikan UMP sebesar 8,5 persen hingga 10 persen berlandaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 Tahun 2024.

“Kami mendasarkan pada keputusan MK yang menyatakan bahwa kenaikan upah minimum harus mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dengan formula yang melihat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu,” ujar Said dalam konferensi pers daring, Senin (13/10/2025).

Ia mengatakan, meskipun Airlangga menyampaikan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen dalam Investor Daily Summit 2025 di Jakarta, KSP-PB tetap mengusulkan kenaikan upah minimum 8,5 persen sampai 10,5 persen.

“Koalisi Serikat Pekerja KSP-PB dan Partai Buruh menyatakan bahwa kenaikan upah minimum yang diusulkan oleh kelompok buruh tetap 8,5 persen sampai dengan 10,5 persen,” ujar Said.

Ia pun berharap, pemerintah seharusnya menggunakan formula yang berpihak kepada pekerja agar daya beli masyarakat tetap terjaga.

Sebelumnya, MK mengeluarkan Nomor 168/PUU-XXII/2024 terkait pemberlakuan upah minimum sektoral (UMS) untuk penentuan UMP pada 31 Oktober 2024. Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024 mengabulkan sebagian tuntutan sejumlah serikat pekerja soal isu ketenagakerjaan di dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

“Menyatakan Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 … bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota’,” tulis MK dalam putusannya.

Sebelumnya, aturan tentang pemberlakuan UMS terdapat pada UU Ketenagakerjaan yang diteken pada 2003. MK sependapat dengan gugatan yang dilayangkan kaum buruh bahwa dalam praktiknya, penghapusan UMS sama saja negara tak memberi perlindungan yang memadai bagi pekerja.

Sebab, pekerja di sektor-sektor tertentu memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda. Penghapusan UMS dinilai justru bisa mengancam standar perlindungan pekerja, khususnya pada sektor-sektor yang sebetulnya memerlukan perhatian khusus dari negara. Oleh karena itu, MK menegaskan, UMS mesti diberlakukan lagi.

Sumber: Kompas.com

Scroll to Top